Critias Karangan Plato, Karya Sastra Imajinatif atau Sumber Sejarah yang Valid?
Kisah kerajaan pulau Atlantis yang perkasa dan usahanya untuk menaklukkan Athena.
Critias adalah salah satu dialog akhir Plato yang menceritakan kisah kerajaan pulau Atlantis yang perkasa dan usahanya untuk menaklukkan Athena. Critias adalah bagian kedua dari trilogi, didahului oleh Timaeus dan diikuti oleh Hermocrates.
Namun, dialog terakhir kemungkinan tidak pernah ditulis dan akhir dari Critias telah hilang. Karena kemiripan mereka (misalnya, dalam hal orang-orang yang muncul), klasikus modern kadang-kadang menggabungkan Timaeus dan Critias sebagai Timaeus-Critias.
Dialog ini dimulai dengan Socrates yang meminta Critias untuk melanjutkan cerita tentang Atlantis yang telah ia mulai di Timaeus. Critias kemudian mengatakan bahwa ia mendapatkan cerita itu dari kakeknya, yang juga bernama Critias, yang mendengarnya dari Solon, sang penyair dan negarawan, yang mendengarnya dari para imam Mesir di Sais.
Critias mengklaim bahwa cerita itu adalah fakta sejarah, bukan mitos atau dongeng, dan bahwa ia akan menceritakannya seakurat mungkin. Critias kemudian memberikan gambaran tentang Atlantis, yang terletak di luar pilar-pilar Herakles (Straits of Gibraltar), dan memiliki luas sekitar 2.000 km persegi.
Atlantis dibagi menjadi sepuluh kerajaan yang diperintah oleh sepuluh raja, keturunan Poseidon dan seorang wanita morta bernama Kleito. Atlantis adalah negeri yang makmur dan kuat, dengan sumber daya alam yang melimpah, bangunan-bangunan yang megah, dan tentara yang tak terkalahkan. Atlantis juga memiliki hubungan dagang dan budaya dengan banyak bangsa lain, termasuk Libya dan Mesir.
Namun, Critias juga menggambarkan bagaimana Atlantis mulai menurun secara moral dan politik, karena raja-raja Atlantis menjadi serakah dan lupa akan hukum-hukum yang diberikan oleh Poseidon kepada nenek moyang mereka. Raja-raja Atlantis mulai menaklukkan dan menindas bangsa-bangsa lain, termasuk seluruh Eropa dan Asia.
Mereka bahkan berani menyerang Athena, yang saat itu adalah negara yang paling maju dan beradab di dunia. Athena dipuji oleh Critias sebagai contoh masyarakat yang ideal, yang didasarkan pada kebijaksanaan, keberanian, keadilan, dan kesucian. Athena berhasil mempertahankan diri dari serangan Atlantis, dan bahkan membebaskan bangsa-bangsa yang telah ditaklukkan oleh Atlantis.
Namun, sebelum Athena dapat menyelesaikan kemenangannya, terjadi bencana alam yang dahsyat, yang menghancurkan Atlantis dan Athena dalam satu hari dan satu malam. Atlantis tenggelam ke dasar laut, dan Athena kehilangan semua penduduk dan catatan sejarahnya.
Critias mengakhiri ceritanya dengan mengatakan bahwa inilah sebabnya mengapa laut Atlantik tidak dapat dilayari, karena penuh dengan lumpur dan reruntuhan Atlantis. Ia juga mengatakan bahwa cerita ini adalah bukti keunggulan Athena dan kehinaan Atlantis, dan bahwa ia berharap Socrates dan teman-temannya dapat mengikuti teladan Athena dalam mencari kebaikan dan kebenaran.
Secara keseluruhan, Critias adalah karya yang menarik dan menggugah imajinasi, yang menggabungkan unsur-unsur sejarah, mitologi, filsafat, dan politik. Dialog ini juga menunjukkan kemampuan Plato sebagai pengarang yang mahir, yang dapat menciptakan karakter, latar, dan alur yang hidup dan meyakinkan. Dialog ini juga memiliki nilai artistik dan sastra yang tinggi, dengan gaya bahasa yang indah dan penuh metafora.
Namun, dialog ini juga memiliki beberapa kelemahan dan masalah yang perlu dipertimbangkan. Pertama, dialog ini tidak selesai, dan akhirnya terputus secara tiba-tiba, tanpa memberikan kesimpulan atau resolusi yang memuaskan. Kita tidak tahu apakah Plato bermaksud untuk menyelesaikan dialog ini, atau apakah ia meninggalkannya secara sengaja sebagai tantangan bagi pembacanya.
Kedua, dialog ini mengandung banyak klaim dan asumsi yang tidak dapat dibuktikan atau dipertanggungjawabkan secara rasional, seperti keberadaan Atlantis, campur tangan dewa-dewa, dan kebenaran sejarah cerita itu. Kita tidak tahu apakah Plato sendiri percaya dengan cerita itu, atau apakah ia hanya menggunakannya sebagai alat untuk menyampaikan pesan-pesan filosofis dan politisnya.
Ketiga, dialog ini memiliki pandangan yang agak bias dan sempit tentang Athena dan Atlantis, yang mungkin mencerminkan pandangan Plato sendiri sebagai orang Athena yang bangga dan anti-demokrasi. Plato menggambarkan Athena sebagai masyarakat yang sempurna, tanpa cacat atau kekurangan, dan Atlantis sebagai masyarakat yang korup, jahat, dan pantas dimusnahkan. Plato juga mengabaikan atau meremehkan peran dan kontribusi bangsa-bangsa lain dalam sejarah dan peradaban manusia.
Oleh karena itu, dialog ini harus dibaca dengan kritis dan skeptis, dan tidak dapat diterima sebagai sumber sejarah atau ilmiah yang valid.
Plato sendiri bahkan pernah mengatakan bahwa puisi lebih dekat dengan kebenaran vital daripada sejarah.
Dialog ini harus dipahami sebagai karya sastra dan filsafat yang mencerminkan pandangan dan tujuan Plato sebagai pengarang, dan bukan sebagai laporan fakta atau realitas.
Kita harus membandingkan dengan sumber-sumber lain yang berkaitan dengan topik-topik yang dibahas, seperti dialog-dialog Plato lainnya, karya-karya sejarawan dan filsuf Yunani, dan penemuan-penemuan arkeologi dan geologi modern. Dengan demikian, dialog ini dapat memberikan wawasan dan inspirasi bagi pembacanya, tanpa mengorbankan kritisisme dan rasionalitas.